Rainbow Girls

Sabtu, 31 Desember 2011

Tempat - tempat asyik buat liburan!

“Libur telah tiba, libur telah tiba..... Hatiku gembira :)
Lirik lagu itu memang cocok buat kita! Ya, apalagi buat kita-kita para pelajar yang memang (sudah) pingin banget liburan. Setelah lepas dari ulangan-ulangan di sekolah yang “WAW!” dan ujian-ujian di tempat les atau bimbel barangkali yang “SUPER WAW!!” soalnya. Dan setelah dapat rapot, rasanya sudah lega ya? Apalagi kalau nilainya membanggakan orang tua dan guru.
Nah, untuk liburan kali ini aku punya “RE-VIEW” tempat-tempat yang asyik nih buat liburan.... Ini dia... JRENG JRENG!!
1.     Pantai
Tempat ini emang rame banget dikunjungi loh...apalagi kalo bareng sahabat dan keluarga, kita bisa buat istana pasir, memories dannnn yang terpenting “jepratjepret” pake kamera buat upload ke FB pasti ya? Nah, perlengkapan yg mesti kamu bawa tuh sunblock(nah, benda yang satu ini nih yg mesti kita bawa kalo-kalo kita mau berenang di pantai saat matahari sedang menyinari bumi dengan pppaaaanassssnya), kaca mata, kamera, handuk, handbody, baju renang, pakaian dalam dan pakaian biasa secukupnya, tas kecil untuk jalan-jalan sekitar pantai jadi ranselnya disimpen!
2.     Pegungan
Wwahhh, rame yah kalo kita pergi ke daerah pegunungan sambil menikmati udara segar dan pemandangan yang indah...sambil bisa mencicipi makanan khas yang ada di sana. Pegunungan yang keren sih di TANGKUBAN PARAHU di BANDUNG!!! (numpang promosi :D) eit....tapi emang rame loh, apalagi kita bisa liat Kawah Putih di sana! What beautiful!
3.     Salon
Nah, tempat ini bisa juga buat liburan kita loh. Apalagi kan selama ujian-ujian gitu mungkin aja rambut kita gak kerawat sepenuhnya. Selagi liburan, kita bisa juga rawat-rawat rambut kita supaya makin shine!!!! :D
4.     Rumah
Jangan salah sangka dulu!! Rumah bisa jadi tempat asyik buat liburan loh! Kita bisa liburan bareng dan lebih ‘close’ sama ayah&ibu kita, nonton DVD bareng, dan main game bareng sama kakak atau adik kita.
5.     Bioskop
Buat kamu para pencinta Film, kamu bisa pergi ke bioskop bareng-bareng nihh... Apalagi film-film liburan yang rame banyak saat liburan di bioskop (apalagi menjelang tahun baru) wuiihhh tambah rame tuh!!!
Nah, rame kan tempat-tempatnya??? OK kan? Selamat Berlibur yah....
“Happy Holiday!”

Makna Tahun Baru Sebenarnya

Tahun 2011 segera berlalu, tak terasa sudah mau tahun 2012. Wahh pasti kita semua akan merayakannya bersama dan yang paling khas dari tahun baru itu sih biasanya pada niup terompet, kembang api dimana-mana... Wii pasti asyik tuh, apalagi kalau di rayakan bersama sanak saudara dan keluarga  :)
Nah, kalau keluarga saya sih biasanya merayakan tahun baru di Alun-alun Kota, karena suasananya sangat mendukung. Pada pertengahan malam, semua terompet berbunyi dan kembang api pun bersemburan di langit “DUARRRR.... DUARRR!!” meriah sekali.
Biasanya nih yah, orang itu menganggap bahwa tahun baru itu harus disertai juga dengan yang baru-baru misalnya baju baru, gadget baru, rumah baru dan sebagainya. Tapi, apakah anda tahu apa sih makna tahun baru yang sebenarnya? Yup! Makna tahun baru itu bukan saja semua barang-barang di sekitar kita yang baru, namun juga diri kita yang baru. Kita harus merubah diri kita yang misalnya berkepribadian jelek menjadi lebih baik, dan merubah diri kita yang (sudah baik) menjadi lebih lebih dan leeeeebbbbiiihhh baik lagi :D
Revolusi, mungkin kata itu cocok di “terapkan”. Namun apa sih makna sebenarnya dari revolusi? Revolusi itu adalah perubahan, ya perubahan yang harus kita punya dari diri kita sendiri untuk menjadi lebih baik lagi. Nah, jadi kita harus memaknai tahun baru dengan bijaksana, pikiran yang terbuka dan semangat mencintai hal yang baru, menyenangkan dan bermanfaaat :D :D :D
“Selamat Tahun Baru 2012”

Minggu, 25 Desember 2011

Photographs

  
     Photograph atau Fotografi mempunyai arti tersendiri, biasanya mengandung unsur seni atau abstrak. Lihat saja gambar buku yang ada di atas, terlihat menarik bukan???

Foto - foto Helen Keller (Photos Of Helen Keller)

Ini dia, saya punya beberapa foto Helen Keller semasa muda.
Here, I have some of Helen Keller's Photos when she was young.


Biography Of Helen Keller

Indonesia:
Helen Keller, pasti anda tahu kan tokoh wanita ini? Saya mengaku sangat kagum dengan beliau,karena beliau adalah wanita yang pantang menyerah. Nah,karena itulah saya akan membagikan sebuah Biografi, yaitu Biografi Helen Keller.

English:
Helen Keller, surely you know this woman's character? I was deeply impressed with her, because she is a woman who never gave up. Well, that's why I'll share a biography, biography of Helen Keller.

Indonesia:
Helen Adams Keller dilahirkan pada tanggal 27 Juni 1880 di Tuscumbia, sebuah kota kecil di barat laut Alabama, Amerika Serikat. Anak perempuan dari pasangan Kapten Arthur Henley Keller dan Kate Adam Keller. Sewaktu dilahirkan Helen memiliki penglihatan dan pendengaran yang normal.

Kate Keller berpostur tinggi bagai patung pirang dengan mata biru. Ia 20 tahun lebih muda dari suaminya, Kapten Keller, orang Selatan yang loyal yang dengan bangga mengabdi sebagai tentara sekutu selama perang sipil.

Rumah yang mereka tinggali sederhana, bercat putih, rumah papan yang dibangun pada tahun 1820 oleh buyut Helen. Saat Helen lahir, keluarganya jauh dari kaya, dengan Kapten Keller yang mencari nafkah sebagai pemilik perkebunan kapas dan editor mingguan sebuah Koran lokal “North Alabamian”. Ibu Helen sebaik pekerjaan yang dilakukannya di perkebunan, ia juga menyimpan uang dari membuat sendiri mentega, lemak babi, bacon, dan ham.

Helen Jatuh Sakit

Tapi kehidupan Helen berubah secara dramatis. Pada Pebruari 1882, saat Helen berusia 19 bulan, ia jatuh sakit. Hingga hari ini, penyakitnya masih merupakan misteri. Dokter-dokter pada zamannya menyebutnya “demam otak”, sedangkan dokter-dokter modern berpendapat bahwa itu mungkin demam jengkering atau radang selaput.

Apapun penyakitnya, Helen, untuk beberapa hari diduga akan meninggal. Ketika akhirnya demamnya reda, keluarga Helen bergembira meyakini puteri mereka akan sehat kembali.

Namun, ibu Helen memperhatikan bagaimana anak perempuannya gagal merespon ketika bel makan malam berbunyi atau ketika ia melewati tangannya di depan mata putrinya.

Dengan begitu menjadi jelas bahwa penyakit Helen telah membuatnya buta dan sekaligus tuli. Beberapa tahun yang menyusul terbukti sangat berat bagi Helen dan keluarganya. Helen menjadi anak yang sangat sulit, menghancurkan piring-piring dan lampu-lampu dan meneror seluruh anggota keluarga dengan teriakannya dan tingkahnya yang penuh amarah. Para kerabat menganggapnya sebagai monster dan berpendapat bahwa ia harus ditempatkan di sebuah institusi.

Seiring waktu, ketika Helen berusia 6 tahun, keluarganya menjadi putus asa. Setelah melihat Helen membuktikan terlalu banyak bagi mereka, Kate Keller membaca di dalam buku Charles Dickens “Catatan Amerika”, pekerjaan yang fantastis yang dilakukan bersama anak tuli dan buta yang lain, Laura Bridgman, dan melakukan perjalanan ke dokter spesialis di Baltimore untuk meminta saran. Mereka mendapat konfirmasi bahwa Helen tidak akan pernah melihat atau mendengar lagi tapi mengatakan pada mereka agar tidak menyerah, dokter yakin Helen dapat diajari dan ia menyarankan mereka untuk mengunjungi ahli setempat yang menangani masalah anak-anak tuli. Ahli ini adalah Alexander Graham Bell, penemu telepon, Bell sekarng berkonsentrasi atas apa yang ia anggap sebagai panggilan jiwanya yang sejati, mengajar anak-anak tuli.

Alexander Graham Bell menyarankan agar Keller menulis surat ke Michael Anagnos, direktur Institusi Perkins dan suaka bagi yang buta di Massachussets, dan memintanya untuk mencoba mencarikan seorang guru bagi Helen. Michael Anagnos mempertimbangkan kasus Helen dan segera merekomendasikan guru yang dahulu mengajar di institusi itu, wanita itu adalah Anne Sullivan.

Anne Sullivan

Anne Sullivan kehilangan sebagian besar penglihatannya ketika berusia 5 tahun. Pada Oktober 1880, sebelum Anne akhirnya pergi dan mulai memasuki pendidikannya di Institursi Perkins. Pada suatu musim panas selama waktunya di institusi, Anne mendapat 2 kali operasi pada kedua matanya, yang membuatnya mendapatkan cukup penglihatan untuk dapat membaca tulisan secara normal selama periode waktu yang singkat.

Anne lulus dari Perkins pada tahun 1886 dan mulai mencari pekerjaan. Mendapatkan pekerjaan luar biasa sukar untuk Anne, akibat dari penglihatannya yang buruk dan ketika ia mendapat tawaran dari Michael Anagnos untuk bekerja sebagai guru bagi Helen Keller, seorang yang tuli, buta dan bisu, meskipun ia tidak memiliki pengalaman di bidang ini, ia menerimanya dengan senang hati.

Helen Bertemu Anne

Pada 3 Maret 1887 Anne tiba di rumah di Tuscumbia dan untuk pertama kalinya bertemu Helen Keller. Anne segera mulai mengajar Helen mengeja dengan jari. Mengeja kata “boneka” untuk menandai hadiah yang dia bawa untuk Helen. Kata berikutnya yang ia ajarkan pada Helen adalah “kue”. Walaupun Helen dapat mengulangi gerakan-gerakan jari ini, ia tidak dapat sepenuhnya memahami apa artinya. Dan ketika Anne berjuang untuk mencoba membantunya untuk memahami, ia juga mencoba berjuang mengontrol kelakuan buruk Helen yang terus berlanjut.

Anne dan Helen pindah ke sebuah pondok kecil di atas tanah yang masih menjadi bagian dari rumah utama untuk memperbaiki tingkah laku Helen, dengan perhatian khusus atas sikap Helen di meja makan. Helen biasa makan dengan tangannya yang sembarangan mencomot dari piring semua orang yang ada di meja. Anne mencoba memperbaiki sikap Helen di meja makan dan membuatnya menyisir sendiri rambutnya dan mengancingkan sepatunya untuk mengarahkannya lebih dan lebih lagi mengatasi tingkahnya yang penuh amarah. Anne menghukum tingkahnya yang penuh amarah itu dengan menolak “berbicara” dengan Helen dengan tidak mengejakan kata-kata dengan tangannya.

Dalam minggu-minggu yang akan datang, bagaimanapun perilaku Helen mulai ada kemajuan dan ikatan di antara ke-2nya juga bertambah besar. Lalu, setelah sebulan Anne mengajar, apa yang oleh orang-orang pada zamannya disebut sebagai “keajaiban” terjadi.

Sampai saat itu Helen belum juga memahami sepenuhnya arti kata-kata. Ketika Anne menuntunnya ke pompa air pada 5 April 1887, semua itu berubah.

Sewaktu Anne memompa air ke atas tangan Helen, Anne mengeja kata air ke sebelah tangan gadis itu yang bebas. Sesuatu tentang hal ini menjelaskan arti kata-kata itu ke benak Helen, dan Anne segera melihat di wajahnya bahwa Helen akhirnya mengerti.

Helen lalu menceritakan kejadian itu:

“Kami berjalan menuruni jalanan ke rumah, ditarik oleh aroma sarang lebah yang tertutup. Seseorang menggambar air dan guruku menempatkannya di bawah tanganku sesuatu yang memancar. Sewaktu arus dingin yang memancar, di atas sebelah tanganku yang lain guruku mengeja kata air, awalnya lambat, lalu diulangi lagi. Aku masih berdiri, seluruh perhatianku terpusat pada gerakan-gerakan tangannya. Tiba-tiba aku merasa kesadaranku yang berkabut akan sesuatu yang telah terlupakan, suatu ingatan yang mendebarkan kembali, dan bagaimana misteri dari bahasa terungkap olehku.”

Helen segera meminta pada Anne nama dari pompa untuk diejakan di atas tangannya dan kemudian nama dari terali. Sepanjang jalan pulang ke rumah Helen belajar nama dari segala sesuatu yang disentuhnya dan juga menanyakan nama untuk Anne. Anne mengeja kata “Guru” ke atas tangan Helen. dalam beberapa jam berikutnya Helen belajar mengeja 30 kata-kata baru.

Kemajuan Helen sejak saat itu mencengangkan. Kemampuannya untuk belajar maju pesat melampaui dari apa yang pernah dilihat orang lain sebelumnya dalam diri seseorang yang tanpa penglihatan atau pendengaran. Tak terlalu lama sebelum akhirnya Anne mengajar Helen untuk membaca, pertama-tama dengan huruf timbul, lalu dengan Braille, dan menulis dengan mesin tik biasa dan mesin tik Braille.

Michael Anagnos tetap mempromosikan Helen, satu dari banyak artikel yang ia tulis menyatakan bahwa “ia adalah sebuah fenomena.” Artikel ini menuntun ke dalam suatu gelombang publisitas tentang Helen dengan foto ia sedang membaca Shakespeare atau membelai anjingnya yang muncul dalam surat-surat kabar nasional.

Helen menjadi terkenal, dan yang lebih baik lagi ketika mengunjungi Alexander Graham Bell, ia mengunjungi Presiden Cleveland di White House. Pada 1890 ia tinggal di Institusi Perkins dan diajar oleh Anne. Di bulan Maret tahun itu Helen bertemu Mary Swift Lamson yang dalam tahun-tahun berikutnya mencoba mengajar Helen berbicara. Ini adalah sesuatu yang sangat diinginkan Helen dan meskipun ia belajar memahami apa yang orang lain katakan melalui meraba bibir dan tenggorokan mereka, usahanya untuk berbicara terbukti di tahap ini tidak berhasil. Hal ini lalu bertalian dengan fakta bahwa pita suara Helen sebelumnya tidak dilatih dengan semestinya untuk diajari berbicara.

Raja Embun Beku

Pada 4 November 1891, Helen mengirimi Michael Anagnos sebuah hadiah ulang tahun berupa cerita pendek yang ia tulis berjudul “The Frost King” (Raja Embun Beku). Anagnos sangat senang dengan ceritanya hingga ia segera mempublikasikannya dalam sebuah majalah yang disambut sebagai karya yang cukup penting dalam sejarah sastra.

Namun, segera didapati bahwa cerita Helen sama dengan salah satu cerita yang ditulis Margaret Canby yang berjudul “The Frost Fairies (Peri Embun Beku). Hal ini pada akhirnya mengakhiri pertemanan Helen dan Anne dengan Michael Anagnos. Michael merasa ia telah dibuat kelihatan bodoh oleh apa yang ia anggap sebagai penipuan oleh Helen.

Diadakan sebuah investigasi dan didapati bahwa Helen sebelumnya telah membaca cerita itu beberapa tahun sebelumnya dan kelihatan jelas mengingatnya.

Helen selalu mengklaim bahwa ia tidak mengingat cerita yang aslinya dan selalu diingat bahwa Helen pada waktu itu masih berusia 11 tahun, bagaimanapun, kejadian ini menciptakan kerutan yang tidak akan pernah pulih antara Helen, Anne dan Anagnos. Hal itu juga menciptakan keraguan besar dalam pikiran Helen, apakah semua pemikiran-pemikirannya benar-benar berasal dari dirinya.

Pada tahun 1894 Helen dan Anne bertemu John D. Wright dan Dr. Thomas Humason yang berencana untuk mendirikan sebuah sekolah untuk mengajar berbicara orang-orang yang tuli di New York. Helen dan Anne sangat bersemangat atas rencana ini dan kepastian dari dua pria itu bahwa kemampuan Helen berbicara dapat diperbaiki sehingga membuat mereka lebih bersemangat. Dengan begitu Helen setuju untuk menghadiri sekolah Wright Humason bagi tuna rungu.
Sayangnya kemampuan bericara Helen tidak pernah benar-benar diperbaiki, hanya berupa suara-suara yang hanya Anne dan lainnya yang sangat dekat dengannya yang dapat mengerti.

Helen Memasuki Perguruan Tinggi Radcliffe

Helen pindah ke Cambridge, sekolah bagi gadis-gadis muda pada tahun 1896 dan di musim gugur tahun 1900 memasuki Perguruan Tinggi Radcliffe, menjadi orang bisu tuli pertama yang pernah mengikuti institusi pembelajaran yang lebih tinggi.

Hidup di Radcliffe sangat sulit bagi Helen dan Anne dan jumlah kerja yang sangat besar turut menyebabkan memburuknya penglihatan Anne. Selama waktu mereka di perguruan tinggi, Helen menulis tentang hidupnya. Dia menulis cerita dengan mesin tik Braille dan mesin tik biasa sekaligus. Pada saat inilah Helen dan Anne bertemu John Albert Macy yang menolong mengedit buku Helen yang pertama “The Story of My Life” – ‘Kisah Hidupku’, yang diterbitkan pada tahun 1903 dan meskipun pada awalnya kurang baik, kemudian sejak itu menjadi sesuatu yang klasik.

Pada 28 Juni 1904 Helen lulus dari Perguruan Tinggi Radcliffe, menjadi orang bisu tuli pertama yang mendapat gaji dengan gelar seni. John Macy menjadi teman baik Helen dan Anne dan pada Mei 1905 John dan Anne menikah. Nama Anne sekarang berubah menjadi Anne Sullivan Macy. Mereka bertiga tinggal bersama di Wrentham, Massachussets, dan selama waktu ini Helen menulis “The World I Live In” – ‘Dunia yang Kutinggali.’ Menampakkan waktu pertama kali pemikiran-pemikirannya tentang dunianya. Juga selama waktu ini John Macy memperkenalkannya ke dunia baru dan cara revolusioner untuk melihat dunia. Dan pada 1909 Anne menjadi anggota partai Sosialis di Massachussets. Pada 1913 “Out of The Dark – Keluar dari Gelap” dipublikasikan. Ini adalah sebuah seni essai sosialisme dan berdampak pada tenggelamnya imej Helen terhadap publik.

Helen Mengadakan Tur Dunia

Helen dan Anne mengisi tahun-tahun ini dengan mengadakan tur, memberikan ceramah, berbicara tentang pengalaman-pengalamannya dan kepercayaannya pada banyak orang yang terpikat mendengarnya. Apa yang ia katakan diterjemahkan kalimat demi kalimat oleh Anne Sullivan dan diikuti oleh sesi tanya jawab.

Meski Helen dan Anne menghasilkan kehidupan yang baik ceramah-ceramah mereka, pada 1918 permintaan ceramah untuk Helen berkurang dan mereka melakukan tur dengan hati yang lebih bercahaya sandiwara Vaudeville, yang mendemonstrasikan pemahaman Helen yang pertama atas kata ‘air’. Sandiwara ini sukses besar sejak penampilan perdana, salah satu ulasan diantaranya berbunyi sebagai berikut:
“Helen Keller menaklukkan, dan Senin sore, penonton di istana, satu dari kritikus terkritis dan tersinis di dunia, adalah dirinya.”

Pada waktu ini mereka juga ditawarkan kesempatan membuat sebuah film di Hollywood dan mereka menangkap kesempatan ini, ”Deliverance – Pembebasan”, cerita hidup Helen dibuat. Helen, bagaimanapun, tidak senang dengan keglamoran pada filmnya dan sayangnya terbukti tidak menghasilkan sukses finasial seperti yang mereka harapkan.

Penampilan vaudeville berlanjut dengan Helen menjawab pertanyaan-pertanyaan dalam skala luas tentang hidupnya dan pandangan politiknya dan Anne menerjemahkan jawaban-jawaban Helen untuk para hadirin yang terpikat.
Pendapatan mereka meningkat hingga $2000 dalam seminggu, patut diperhitungkan pada waktu itu. Pada tahun 1918 Helen, Anne dan John pindah ke Forest Hills di New York. Helen memakai rumah baru mereka sebagai markas atas tur penggalangan dananya bagi institusi tuna netra Amerika. Ia tidak hanya mengumpulkan uang, tapi juga berkampanye tanpa mengenal lelah untuk meringankan kondisi kehidupan dan pekerjaan orang-orang tuna netra yang pada waktu itu biasanya dididik dengan buruk dan tinggal di rumah sakit. Usaha kerasnya adalah faktor utama yang merubah kondisi-kondisi ini.

Ibu Helen, Kate meninggal pada 1921 karena penyakit yang tak diketahui dan hal ini menjadikan Anne sebagai satu-satunya orang yang terus menerus ada pada kehidupan Helen. Namun pada tahun yang sama Anne jatuh sakit lagi dan ini diikuti pada tahun 1922 oleh bronchitis akut yang membuat Anne tak dapat bicara lebih dari berbisik dan dengan begitu membuatnya tidak mampu lagi bekerja dengan Helen di panggung. Pada waktu ini, Polly Thomson, mulai b ekerja pada Helen dan Anne pada 1914 sebagai sekretaris, mengambil peran menjelaskan apa yang dimaksud Helen kepada publik teater.

Mereka juga menghabiskan banyak waktu mengadakan tur dunia menggalang dana bagi orang-orang tuna netra. Pada 1931 mereka bertemu Raja George dan Ratu Mary di Istana Buckingham yang mengungkapkan bahwa mereka sangat terkesan dengan kemampuan Helen untuk memahami apa yang orang katakan dengan meraba.

Sedangkan kesehatan Anne semakin memburuk dan dengan berita meninggalnya John Macy pada 1932, meski pernikahan mereka tidak bertahan beberapa tahun sebelumnya, nyawanya akhirnya tak tertolong. Anne meninggal pada 20 Oktober 1936.

Setelah Anne meninggal, Helen dan Polly pindah ke Arcan Ridge, di Westport, Connecticut, yang menjadi rumah Helen hingga akhir hidupnya.

Setelah Perang Dunia II, Helen dan Polly menghabiskan bertahun-tahun melakukan perjalanan keliling dunia menggalang dana untuk yayasan di Amerika untuk tuna netra di luar negri. Mereka mengunjungi Jepang, Australia, Amerika Utara, Eropa dan Afrika.

Sambil lalu selama waktu ini Helen dan Polly belajar bahwa api yang merusakkan rumah mereka di Arcan Ridge. Meskipun rumah itu akan dibangun kembali, sebaik apapun kenang-kenangan yang Helen dan Polly rasakan kehilangannya juga merusakkan buku Helen yang terakhir yang telah dikerjakannya tentang Anne Sullivan yang berjudul “Guru.”

 Juga selama waktu ini kesehatan Polly Thomson mulai memburuk, sementara itu di Jepang ia mengalami strok ringan. Dokter menyatakan Polly untuk berhenti mengikuti tur yang terus menerus yang ia jalani bersama Helen, dan meskipun awalnya hal ini sedikit memperlambat mereka, turnya dilanjutkan sekali lagi setelah Polly pulih.

Pada tahun 1953 sebuah film dokumenter “Tak Terkalahkan” dibuat yang mengisahkan kehidupan Helen, film ini memenangkan Academy Award sebagai film dokumenter terbaik. Hal ini bersamaan waktunya dengan Helen mulai mengerjakan lagi bukunya “Guru” 7 tahun setelah buku aslinya musnah, buku ini akhirnya diterbitkan pada tahun 1955.

Polly Thomson terserang stroke lagi pada tahun 1957, ia tidak pernah benar-benar pulih dan akhirnya meninggal pada tanggal 21 Maret 1960. Abunya disimpan di Katedral Nasional di Washington DC bersebelahan dengan abu Anne Sullivan. Perawat yang dibawa untuk merawat Polly dalam tahun-tahun terakhir hidupnya, Winnie Corbally, yang kemudian merawat Helen sampai tahun-tahun terakhir hidupnya.

Pekerja Ajaib

Pada tahun 1957 “Pekerja Ajaib” pertama kali dipertontonkan. Sebuah drama yang memotret kesuksesan pertama Anne Sullivan berkomunikasi dengan Helen kecil, pertama kali ditampilkan sebagai tayangan di televisi di Amerika Serikat.

Pada tahun 1959 ditulis ulang untuk dipentaskan di Broadway dan mendapat sambutan hangat. Kesuksesannya berlangsung selama hampir 2 tahun. Pada tahun 1962 drama ini diangkat ke dalam sebuah film dan aktris-aktris yang memerankan Anne dan Helen, keduanya menerima Oscar atas peran mereka.

Helen pensiun dari kehidupan publik

Pada Oktober 1961 Helen mengalami serangan stroke pertama dari serangkaian stroke yang ia alami dan membuatnya menarik diri dari publik. Ia menghabiskan tahun-tahun yang tersisa dirawat di rumahnya di Arcan Ridge.

Tahun-tahun terakhir hidupnya bagaimanapun bukannya tanpa kesenangan dan pada tahun 1964 Helen dianugrahi medali kemerdekaan, penghargaan tertinggi yang diberikan negara kepada penduduk sipil, diserahkan oleh Presiden Lyndon Johnson. Setahun kemudian ia terpilih menjadi salah satu wanita yang diabadikan di Hall of Fame di sebuah pameran dunia di New York.

Pada 1 Juni 1968 di Arcan Ridge, Helen Keller meninggal dengan damai dalam tidurnya. Jenazahnya dikremasi di Bridgeport, Connecticut dan sebuah jasa pemakaman mengatur agar guci abunya ditempatkan di Katedral Nasional di Washington yang lalu diletakkan bersebelahan dengan abu Anne Sullivan dan Polly Thomson.

Warisan Helen

Hari ini tempat peristirahatan terakhir Helen adalah makam yang populer di kalangan turis dan plakat perunggu didirikan untuk memperingati hidupnya berikut dengan ukiran yang ditulis dalam huruf Braille:

“Helen Keller dan sahabat tersayangnya Anne Sullivan Macy terkubur di Columbarium di belakang kapel ini”

Begitu banyak orang yang mengunjungi kapel dan menyentuh titik-titik huruf Braille itu, sehingga plakat itu sudah diganti 2 kali.

Jika Helen Keller terlahir hari ini, hidupnya tak diragukan akan sepenuhnya berbeda. Mimpinya selama masih hidup untuk dapat berbicara, suatu hal yang ia tak pernah dapat menjadi ahlinya. Hari ini metode pengajaran telah ada yang dapat menolong Helen untuk mewujudkan mimpi ini. Apa yang akan dilakukan Helen dengan teknologi yang tersedia hari ini bagi orang-orang tuna netra dan tuna rungu? Teknologi yang memampukan orang-orang tuna netra dan tuna rungu, seperti Helen untuk berkomunikasi secara langsung dan mandiri, dengan setiap orang di dunia.


 Helen Keller mungkin tidak secara langsung bertanggung jawab atas pembangunan teknologi ini dan metode pengajarannya. Tapi dengan pertolongan Anne Sullivan, melalui tulisan-tulisannya, ceramah-ceramahnya dan cara ia menjalani hidupnya, ia telah menunjukkan kepada jutaan orang bahwa cacat bukanlah akhir dari dunia.

Dalam kata-kata Helen sendiri:
“Publik harus belajar bahwa orang buta bukanlah seorang jenius atau aneh atau idiot. Dia memiliki pikiran yang dapat diedukasi, tangan yang dapat dilatih, ambisi-ambisi yang adalah benar baginya untuk bekerja keras mewujudkannya dan adalah tugas publik untuk menolongnya menjadikan dirinya yang terbaik bagi dirinya jadi ia dapat memenangkan cahaya melalui bekerja”

Kisah Helen Keller

Mereka merampas apa yang seharusnya adalah mataku
(Tapi aku mengingat Milton’s paradise)
Mereka merampas apa yang seharusnya adalah telingaku
(Beethoven datang dan menghapus air mataku)
Mereka merampas apa yang seharusnya adalah lidahku
(Tapi aku dapat berbicara dengan Tuhan ketika aku masih muda)
Tuhan tidak akan membiarkan mereka merampas jiwaku.
Memilikinya, aku masih memiliki seluruhnya.


Helen Keller

Pada mulanya?, pompa air hitam di sebuah kota kecil di selatan Tuscumbia, Alabama, salah satu dari tempat-tempat di mana keajaiban dunia berada. Ini dimulai pada suatu hari yang cerah, suatu hari di musim semi di tahun 1887. Segumpal awan putih melayang di atas kepala dengan latar belakang langit biru, ketika burung-burung menggelepar melewati pohon oak dan bunga-bunga maple meloncat keluar dari tanah yang subur dalam barisan warna semuanya tak terdengar dan tak terlihat oleh seorang gadis cantik berumur 7 tahun.

Berdirilah Helen Keller dengan kebutaan total dan ketuliannya, di sampingnya adalah seorang wanita muda, Anne Sullivan. Nona Sullivan dengan mantap memompa air dingin ke salah satu tangan gadis itu sementara ke tangan yang satunya ia berulang kali menuliskan tiga huruf dalam kode alfabet – pertama-tama perlahan lalu semakin cepat. Pemandangan itu berulang, lagi dan lagi ketika Helen kecil dengan sangat tekun berjuang untuk mematahkan dunianya yang bisu.

Tiba-tiba sinyal itu melewati kesadaran Helen dengan sebuah makna. Ia tahu “a-i-r” berarti sesuatu yang dingin yang mengalir di tangannya. Kegelapan menjadi lumer dari pikirannya bagaikan es yang demikian banyak luruh di suatu hari yang cerah di bulan Maret itu. Ketika senja tiba, Helen telah mempelajari 30 kata.

Helen Adams Keller terlahir sehat pada 27 Juni 1880, putri dari Kapten Arthur H dan Kate Adams Keller di Tuscumbia. Ketika usianya masih 19 bulan, ia diserang penyakit yang parah yang menyebabkan kebutaan dan tuli.

Pada usia 6 tahun, setengah liar, gadis buta dan tuli itu dibawa oleh orang tuanya untuk menemui Dr. Alexander Graham Bell. Karena kunjungannya, Helen disatukan dengan gurunya, Anne Mansfield Sullivan pada 3 Maret 1887. setelah terobosan Helen yang ajaib dengan pompa air yang sederhana, ia terbukti sangat berbakat hingga ia segera dapat mempelajari alfabet dengan mengejanya di jari-jarinya dan dalam waktu singkat sesudahnya dapat menulis. Pada akhir Agustus, dalam waktu 6 bulan saja, ia telah mengetahui 625 kata.

Pada usia 10 tahun, Helen telah ahli menggunakan huruf Braille sebaik dengan huruf manual dan bahkan belajar menggunakan mesin tik. Seiring waktu ketika berusia 16 tahun, Helen dapat berbicara cukup baik untuk pergi ke sekolah persiapan dan ke perguruan tinggi. Pada tahun 1904, ia lulus dengan predikat “cum laude” dari Perguruan Tinggi Radcliffe. Gurunya tinggal bersamanya selama tahun-tahun itu, menerjemahkan ceramah-ceramahnya dan kelas diskusi baginya. Helen Keller, dari seorang gadis kecil, menjadi salah satu dari wanita yang luar biasa dalam sejarah. Ia mendedikasikan hidupnya untuk memajukan kondisi orang-orang buta dan buta-tuli di dunia, memberi ceramah di lebih dari 25 negara di 5 benua utama. Di manapun dia muncul, dia membawa keberanian baru bagi jutaan penyandang tuna netra.

Gurunya, Anne Sullivan diingat sebagai “pekerja ajaib” atas dedikasinya selama hidupnya, kesabaran dan cintanya kepada gadis selatan yang setengah liar yang terperangkap dalam dunia penuh kegelapan.



English:

Helen Adams Keller was born on June 27, 1880 in Tuscumbia, a small town in northwest Alabama, United States. The daughter of Captain Arthur Henley Keller couples and Kate Adam Keller. When Helen was born to have normal vision and hearing.
Kate Keller was a tall, statuesque blond with blue eyes. He was 20 years younger than her husband, Captain Keller, a loyal southerner who had proudly served in the Confederate Army during the civil war.
The house they lived in a simple, white, clapboard house built in 1820 by Helen's great-grandfather. When Helen was born, his family far from wealthy with Captain Keller earning a living as a cotton plantation owner and editor of a weekly local newspaper "North Alabamian". Helen's mother, as well as working on the plantation, would save money by making her own butter, lard, bacon, and ham.
Helen Sick
But Helen's life changed dramatically. In February 1882, when Helen was 19 months, he fell ill. To this day, the disease remains a mystery. Doctors at the time called it "brain fever", while the modern day doctors think it may have been scarlet fever or meningitis.
Whatever the illness, Helen, for a few days, expected to die. When finally his fever subsided, Helen's family rejoiced believing their daughter would be well again.
However, Helen's mother noticed how her daughter was failing to respond when the dinner bell rang or when she passed her hand in front of her daughter's eyes.
It thus became apparent that Helen's illness had made him blind and deaf. Some years that followed proved to be very hard for Helen and her family. Helen became a very difficult child, smashing dishes and lamps and terrorizing the whole household with her screaming and temper tantrums. Relatives regarded her as a monster and thought she should be placed in an institution.
Over time, when she was 6 years old, his family had become desperate. After seeing Helen was proving too much for them, Kate Keller had read in books of Charles Dickens' American Notes "of the fantastic work done with deaf and blind child, Laura Bridgman, and traveled to a specialist doctor in Baltimore for advice. They were given confirmation that Helen would never see or hear again but were told not to give up, the doctor believed Helen could be taught and he advised them to visit a local expert on the problems of deaf children. This expert was Alexander Graham Bell, inventor of the telephone, Bell was now concentrating on what he regarded as his true vocation, teaching deaf children.
Alexander Graham Bell suggested that the Kellers write to Michael Anagnos, director of the Perkins Institution and Asylum for the Blind in Massachusetts, and asked him to try to find a teacher for Helen. Michael Anagnos considered Helen's case and immediately recommended a former pupil at the institution, that woman was Anne Sullivan.
Anne Sullivan
Anne Sullivan lost most of his eyesight when he was 5 years old. In October 1880, before Anne finally left and started to enter education at Institursi Perkins. One summer during his time at the institute, Anne had two operations on his eyes, which makes getting enough vision to be able to read normal print for short periods of time.
Anne graduated from Perkins in 1886 and began looking for work. Getting an amazing job difficult for Anne, as a result of his poor eyesight, and when he got an offer from Michael Anagnos to work as a teacher for Helen Keller, a deaf, blind and mute, although she had no experience in this field, he accepted with pleasure the liver.
Meet Helen Anne
On March 3, 1887 Anne arrived home in Tuscumbia and for the first time met Helen Keller. Anne immediately started teaching Helen to finger spell. Spell the word "doll" to mark the present she had brought to Helen. The next word she taught Helen was "cake". Although Helen could repeat these finger movements, he can not fully understand what it means. And when Anne was struggling trying to help him to understand, he also tried to struggle to control Helen's misbehavior continues.
Anne and Helen moved into a small cottage on the land that was still part of the main house to fix the behavior of Helen, with special attention on the attitude of Helen's table. Helen used to eat with her hands plucked at random from all those dishes on the table. Anne tried to improve Helen's table and make her brush her own hair and her shoes led to more and more overcome these tantrums. Anne punished these tantrums by refusing to "talk" with Helen by spelling words with her hands.
In the weeks to come, however, Helen's behavior began to improve as a bond between the 2nya also getting bigger. Then, after a month of Anne's teaching, what the people at the time called a "miracle" occurred.
Helen had until now not yet fully understood the meaning of words. When Anne led her to the water pump on 5 April 1887, all that changed.
As Anne pumped the water on Helen's hand, Anne spelled water into her hand free. Something about this explained the meaning of words within Helen, and Anne could immediately see in her face that she finally understood.
Helen later recounted the incident:
"We walked down the street to the house, attracted by the fragrance of the honey bee is closed. A person drawing water and my teacher put it under my hand something that radiates. As the cool stream gushed over one hand she spelled another word water, first slowly, then rapidly. I'm still standing, all my attention focused on hand movements. Suddenly I felt a misty consciousness of something that has been forgotten, a memory of a thrilling back, and how the mystery of language was revealed to me. "
Helen immediately asked Anne spelled the name of the pump to the upper arm and then the name of the trellis. All the way back to the house Helen learned the name of everything she touched and also asked for Anne's name. Anne spelled the word "Teacher" on Helen's hand. within a few hours later she learned to spell 30 new words.
Helen's progress from then on was astonishing. His ability to learn advanced rapidly beyond of what's been seen anyone before in someone without sight or hearing. Not too long before Anne was teaching Helen to read, first of all with embossed, and with Braille, and write with ordinary typewriter and Braille typewriter.
Michael Anagnos was keen to promote Helen, one of the many articles that he wrote said that "he is a phenomenon." These articles led to a wave of publicity about Helen with pictures of her reading Shakespeare or stroking her dog appearing in national newspapers.
Helen became famous, and better again visiting Alexander Graham Bell, she visited President Cleveland at the White House. In 1890 he lived at the Perkins Institution and taught by Anne. In March of that year Helen met Mary Swift Lamson who in later years tried to teach Helen to speak. This is something that Helen desperately wanted and although she learned to understand what others are saying by touching their lips and throat, his efforts to speak herself proved at this stage does not work. This was later attributed to the fact that Helen's vocal chords were not properly trained prior to being taught to speak.
Frozen Dew King
On 4 November 1891 Helen sent Michael Anagnos a birthday gift of a short story she had written called "The Frost King" (King of Frozen Dew). Anagnos very pleased with the story that he was soon published in a magazine that is welcomed as a work of considerable importance in literary history.
However, it was soon discovered that Helen's story is similar to one story by Margaret Canby's "The Frost Fairies (Fairy Frozen Dew). This is ultimately the end of Helen and Anne to Michael Anagnos. Michael feels he has made look foolish by what he regarded as fraudulent by Helen.
Conducted an investigation and found that she had previously read that story a few years earlier and remembered clearly visible.
Helen always claimed not to recall the original story and always keep in mind that Helen was still 11 years old, however, this event creates wrinkles that will never heal between Helen, Anne and Anagnos. It also created great doubt in Helen's mind, whether any of her thoughts actually come from him.
In 1894 Helen and Anne met John D And Dr. Wright. Thomas Humason who were planning to establish a school to teach speech to deaf people in New York. Helen and Anne were very excited by this and the certainty of the two men that Helen's speech could be improved to make them more excited. With so she agreed to attend the Wright Humason School for the Deaf.Unfortunately the ability bericara Helen never really improved, only the sounds that only Anne and others very close to her could understand.
Entering Helen Radcliffe College
Helen moved to Cambridge, a school for young girls in 1896 and in the autumn of 1900 entered Radcliffe College, becoming the first deaf person who has attended an institution of higher learning.
Life at Radcliffe was very difficult for Helen and Anne, and a very large amount of work contributed to the deterioration of eyesight Anne. During their time in college, Helen writes about her life. He wrote the story with a Braille typewriter and a normal typewriter. At this moment Helen and Anne met John Albert Macy who help edit Helen's first book "The Story of My Life" - "Story of My Life ', published in 1903 and although initially less well, and has since become a classic.
On June 28, 1904 Helen graduated from Radcliffe College, becoming the first deaf person to earn a Bachelor of Arts degree. John Macy became good friends Helen and Anne, and in May 1905 John and Anne were married. Anne's name now changed to Anne Sullivan Macy. The three of them lived together in Wrentham, Massachusetts, and during this time Helen wrote "The World I Live In" - 'The World is live.' Appears first time his thoughts about his world. Also during this time John Macy introduced her to a world of new and revolutionary way to see the world. And in 1909 Helen became a member of the Socialist Party of Massachusetts. In 1913 "Out Of The Dark - Out of Darkness" was published. This is a series of essays on socialism and its impact on the sinking image of Helen to the public.
Helen Holding World Tour
Helen and Anne filled these years with a tour, giving lectures, talks about her experiences and beliefs to enthralled many people. What he said translated sentence by sentence by Anne Sullivan, and was followed by a question and answer session.
Although Helen and Anne produced a good life their lectures, in 1918 reduced demand for talks to Helen and they did a tour with a more glowing hearts Vaudeville theater, which demonstrated Helen's first understanding of the word 'water'. This plays a huge success since the premiere, one of the reviews of which reads as follows:"Helen Keller conquer, and Monday afternoon, the audience at the palace, one of the critics terkritis and tersinis in the world, is himself."
At this time they also offered the opportunity to make a film in Hollywood and they capture this opportunity, "Deliverance - Liberation", the story of Helen's life is made. Helen, however, was not happy with the glamor of the film and unfortunately proved not to produce a financially successful as they hoped.
Vaudeville appearances continued with Helen answering questions on a wide scale about his life and his political views and Anne translating Helen's answers to a captivated audience.Their income increased to $ 2,000 a week, to be reckoned with at that time. In 1918 Helen, Anne and John moved to Forest Hills in New York. Helen wore their new home as a base for fundraising tours for the blind American institutions. He not only collected money, but also campaigned tirelessly to alleviate the living and working conditions of blind people who were then usually poorly educated and stay in the hospital. Endeavors is the main factor to change these conditions.
Helen's mother Kate died in 1921 from an unknown illness, and this left Anne as the only person who continuously in Helen's life. But that same year Anne fell ill again and was followed in 1922 by acute bronchitis that left her unable to speak above a whisper and thus making it no longer able to work with Helen on stage. At this time, Polly Thomson, had started working for Helen and Anne in 1914 as a secretary, took on the role of explaining Helen to the public theater.
They also spent much time touring the world raising money for blind people. In 1931 they met King George and Queen Mary at Buckingham Palace who revealed that they were very impressed by Helen's ability to understand what people said through touch.
Meanwhile, Anne's health was deteriorating and with news of the death of John Macy in 1932, although their marriage did not last a few years earlier, her spirit was finally broken. Anne died on October 20, 1936.
After Anne died, Helen and Polly moved to Arcan Ridge, in Westport, Connecticut, who became Helen's house until the end of his life.
After World War II, Helen and Polly spent years traveling around the world raising funds for the foundation in the United States for the blind in a foreign country. They visited Japan, Australia, North America, Europe and Africa.
Whilst away during this time Helen and Polly learned that the fire that destroyed their home in Arcan Ridge. Although the house would be rebuilt, as well as the many mementoes that Helen and Polly lost, also destroyed the last book that Helen has been working on about Anne Sullivan, called "Teacher."

 
Also during this time Polly Thomson's health began to deteriorate, while in Japan he had a mild stroke. Doctors advised Polly to stop the continuous touring that she and Helen, and although initially they slowed down a bit, the touring continued once Polly had recovered.
In 1953 a documentary film "The Unconquered" was made about Helen's life, this film won an Academy Award as best documentary. It was at the same time that Helen began work again on her book "Teacher" 7 years after the original had been destroyed, the book was finally published in 1955.
Polly Thomson had a stroke in 1957, he never really recovered and finally died on March 21, 1960. Ashes deposited in the National Cathedral in Washington DC adjacent to the ash Anne Sullivan. Nurses are brought in to care for Polly in the last years of his life, Winnie Corbally, who then care for Helen until the last years of his life.
Miracle Worker
In 1957 "Miracle Worker" was first exhibited. A drama portraying Anne Sullivan's first success communicating with little Helen, was first shown as a show on television in the United States.
In 1959 re-written to be staged on Broadway and received rave reviews. His success lasted for almost 2 years. In 1962 this play made into a movie and the actresses who portray Anne and Helen both received Oscars for their roles.
Helen retired from public life
In October 1961 Helen suffered the first stroke of a series of strokes she had suffered and made him withdraw from the public. He spent the remaining years were treated at her home in Arcan Ridge.
The last years of his life however is not without its pleasures, and in 1964 Helen was awarded the medal of freedom, the highest award given by the state to civilians, submitted by President Lyndon Johnson. A year later he was elected one of the women are enshrined in the Hall of Fame at a world exhibition in New York.
On June 1, 1968 at Arcan Ridge, Helen Keller died peacefully in his sleep. His body was cremated in Bridgeport, Connecticut and a funeral service arranged to have his ashes placed in urns at the Washington National Cathedral is then placed adjacent to the ashes of Anne Sullivan and Polly Thomson.
Heritage Helen
Today Helen's final resting place is the tomb of a popular tourist attraction and a bronze plaque erected to commemorate his life with a fine following a letter written in Braille:
"Helen Keller and Anne Sullivan Macy beloved companions buried in the Columbarium at the back of the chapel"
So many people are visiting the chapel, and touched the braille dots, so that the plaque had been replaced 2 times.
If Helen Keller were born today, no doubt his life would be entirely different. His dream is still alive as long as to be able to speak, something that he can never become an expert. Today the teaching methods have been there that can help Helen to realize this dream. What would Helen with the technology available today for the people blind and deaf? The technology that enables blind people and deaf, like Helen to communicate directly and independently, with each person in the world.



 
Helen Keller may not be directly responsible for the development of this technology and teaching methods. But with the help of Anne Sullivan, through his writings, his speeches and the way he lived his life, he has shown to millions of people that disability is not the end of the world.
In Helen's own words:"The public must learn that the blind is not a freak or a genius or an idiot. He has a mind that can be educated, a hand that can be trained, ambitions which is right for him to work hard to make it happen and is a public duty to help him make himself the best for him so he can win light through work "
The story of Helen Keller
They should have taken away what is mine(But I remembered Milton's Paradise)They took what should be my ears(Beethoven came and wiped the tears from my eyes)They took what should have been my tongue(But I can talk to God when I was young)God will not let them rob my soul.Have it, I still have all of it.

Helen Keller
In the beginning?, Black water pump in a small town south of Tuscumbia, Alabama, one of the places where the wonders of the world are located. It began on a sunny day, one day in spring 1887. White cloud hovering over the head with a background of blue sky, when the birds flutter through the oak and maple flowers jump out of the fertile soil in the row color are all unheard and unseen by a pretty girl aged 7 years.
Helen Keller Stand with total blindness and deafness, beside him was a young woman, Anne Sullivan. Miss Sullivan was steadily pumping cool water into one of the girl's hand while the other hand he repeatedly wrote three letters in the code alphabet - first slowly and then faster and faster. The scene was repeated, again and again when little Helen very diligently striving to break his world is silent.
Suddenly the signal was passed consciousness Helen with a meaning. He knew "water" means something cold that flows in his hand. Darkness becomes ice melted from his mind like so much shed on a sunny day in March. When dusk arrives, Helen had learned 30 words.
Helen Adams Keller was born healthy on June 27, 1880, daughter of Captain Arthur H. and Kate Adams Keller in Tuscumbia. When he was 19 months, he was attacked by a severe disease that causes blindness and deafness.
At the age of 6 years, half wild, blind and deaf girl was brought by his parents to see Dr.. Alexander Graham Bell. Since his visit, Helen was united with her teacher, Anne Mansfield Sullivan on March 3, 1887. following a miraculous breakthrough Helen with a simple water pump, she proved to be very talented that he can soon learn to spell the alphabet with his fingers and in a short time thereafter be able to write. At the end of August, within six months, he already knew 625 words.
At the age of 10 years, Helen has been an expert to use Braille as well as with the letter and even learn to use a manual typewriter. Over time when he was 16 years old, Helen could speak well enough to go to prep school and into college. In 1904, he graduated with honors "cum laude" from Radcliffe College. His teacher stayed with him during those years, translating his lectures and class discussions for him. Helen Keller, from a little girl, became one of the remarkable women in history. He devoted his life to advance the condition of the people blind and deaf-blind in the world, giving lectures in over 25 countries on five major continents. Wherever she appeared, she brought new courage to millions of blind persons.
Her teacher, Anne Sullivan remembered as the "miracle worker" for his dedication during his life, patience and love for the half-wild southern girl trapped in a world full of darkness.